
Dinasti Joseon: Kebangkitan Konfusianisme dan Penemuan Abjad Hangeul – Dinasti Joseon (1392–1897) merupakan salah satu periode paling penting dalam sejarah Korea. Selama lebih dari lima abad, dinasti ini membentuk identitas budaya, politik, dan sosial masyarakat Korea. Dua pencapaian terbesar Joseon adalah penerapan Konfusianisme sebagai landasan negara serta penciptaan Hangeul, alfabet fonetik yang kini digunakan oleh masyarakat Korea modern. Kedua elemen tersebut tidak hanya mengubah struktur pemerintahan dan kehidupan sosial pada masa itu, tetapi juga meninggalkan warisan abadi yang terus mempengaruhi Korea hingga saat ini.
Artikel ini menjelaskan bagaimana Konfusianisme berkembang pada masa Joseon, apa dampaknya bagi masyarakat, serta bagaimana Raja Sejong menciptakan Hangeul sebagai upaya besar untuk meningkatkan literasi rakyat.
Kebangkitan Konfusianisme sebagai Fondasi Negara
Ketika Dinasti Joseon berdiri setelah jatuhnya Goryeo, para pendiri negara baru tersebut ingin membangun pemerintahan yang berdasarkan moralitas, hierarki sosial, dan tata kelola yang lebih stabil. Konfusianisme dipilih karena ajaran ini menekankan keharmonisan keluarga, kesetiaan kepada negara, dan pentingnya pendidikan.
1. Peran Kehidupan Konfusianisme dalam Struktur Pemerintahan
Birokrasi Joseon sangat mengandalkan sistem ujian negara yang disebut gwageo. Ujian ini menguji kemampuan pejabat dalam membaca, memahami, dan menafsirkan teks-teks Konfusius seperti Analects dan Mencius. Pejabat tinggi hanya bisa dipilih dari mereka yang lulus ujian ini, sehingga posisi pemerintahan benar-benar bergantung pada kecakapan literasi dan pengetahuan filosofis.
Sistem ini membuat pendidikan menjadi elemen penting dalam masyarakat Joseon. Banyak keluarga bangsawan, atau yangban, mendirikan sekolah pribadi dan mendorong anak-anaknya belajar sejak kecil. Mereka mempersiapkan karier sebagai pejabat, yang saat itu merupakan profesi paling tinggi dan terhormat.
2. Pengaruh Konfusianisme dalam Kehidupan Sosial dan Norma Moral
Konfusianisme tidak hanya mempengaruhi pemerintahan, tetapi juga kehidupan sehari-hari. Ajaran ini menekankan hubungan hierarki seperti:
- Raja kepada rakyat
- Orang tua kepada anak
- Suami kepada istri
- Kakak kepada adik
- Murid kepada guru
Akibatnya, struktur masyarakat Joseon menjadi sangat hierarkis. Seorang anak wajib menghormati orang tua, sementara keluarga menjadi pusat kehidupan sosial.
Pada saat yang sama, Konfusianisme menekankan nilai-nilai seperti kesederhanaan, kerja keras, dan integritas. Ritual leluhur menjadi tradisi penting dalam setiap keluarga. Tindakan menyembah leluhur diyakini menjaga keharmonisan dan menunjukkan rasa hormat kepada generasi sebelumnya.
3. Perkembangan Lembaga Pendidikan Konfusian
Untuk mendukung sistem pendidikan, Dinasti Joseon membangun berbagai lembaga seperti:
- Seonggyungwan, universitas nasional tempat para calon pejabat mempelajari ajaran Konfusianisme tingkat tinggi.
- Hyanggyo, sekolah negeri tingkat regional yang mengajarkan dasar-dasar ajaran Konfusius.
- Seodang, sekolah dasar untuk masyarakat umum yang mengajarkan membaca dan menulis.
Kehadiran lembaga-lembaga ini membentuk fondasi masyarakat yang terdidik, meskipun pendidikan tingkat tinggi masih terbatas bagi kaum bangsawan.
Penemuan Hangeul: Revolusi Literasi dalam Sejarah Korea
Sebelum Hangeul diciptakan, masyarakat Korea menggunakan sistem tulisan Tionghoa (Hanja). Sistem tersebut rumit dan sulit dipelajari, sehingga hanya kalangan bangsawan yang dapat menguasainya. Rakyat biasa hampir tidak memiliki kesempatan untuk belajar menulis atau membaca.
1. Motivasi Raja Sejong dalam Menciptakan Hangeul
Raja Sejong yang Agung (1418–1450) dikenal sebagai salah satu raja paling visioner dalam sejarah Korea. Ia merasa prihatin melihat rakyat tidak mampu membaca peraturan, dokumen, atau doa-doa harian karena rumitnya Hanja. Oleh karena itu, pada tahun 1443, ia menciptakan alfabet fonetik yang disebut Hunminjeongeum, yang berarti “suara yang benar untuk rakyat”.
Raja Sejong menyatakan bahwa alfabet ini dirancang agar “bahkan orang yang bodoh sekalipun dapat mempelajarinya dalam satu hari”.
Hal ini menunjukkan niat kuat Sejong untuk mencerdaskan masyarakat dan menciptakan sistem komunikasi yang lebih inklusif.
2. Struktur dan Keistimewaan Hangeul
Hangeul terdiri dari 14 konsonan dasar dan 10 vokal. Bentuk huruf konsonan terinspirasi dari posisi mulut dan lidah ketika mengucapkan bunyinya. Sementara vokal berdasarkan prinsip keseimbangan antara langit, bumi, dan manusia (cheon-ji-in).
Keistimewaan Hangeul antara lain:
- Mudah dipelajari
- Sifatnya fonetik, setiap huruf mewakili satu bunyi
- Dapat digunakan untuk semua dialek Korea
- Struktur bisa membentuk suku kata yang rapi
Alfabet ini dinilai sebagai salah satu sistem tulisan paling ilmiah di dunia modern.
3. Perlawanan dari Kaum Bangsawan dan Evolusi Penggunaannya
Meskipun Hangeul diciptakan untuk rakyat, kaum bangsawan yangban menolak penggunaannya. Mereka berpendapat bahwa penggunaan Hanja mencerminkan status sosial tinggi dan menandakan kedekatan budaya dengan Tiongkok. Akibatnya, Hangeul sempat kurang dihargai dan hanya digunakan oleh rakyat, wanita, dan kalangan yang tidak bisa mengakses pendidikan formal.
Namun, seiring waktu Hangeul membuktikan keunggulannya. Pada abad ke-19, Hangeul mulai digunakan untuk berbagai publikasi, termasuk koran pertama Korea. Saat Korea memasuki era modern, Hangeul akhirnya ditetapkan sebagai sistem tulisan resmi.
Dampak Jangka Panjang bagi Korea Modern
Konfusianisme dan Hangeul memberikan landasan kuat bagi karakter bangsa Korea.
1. Etos Kerja dan Stabilitas Sosial
Nilai-nilai Konfusianisme seperti kerja keras, disiplin, dan loyalitas masih terlihat dalam masyarakat Korea modern. Budaya menghormati orang tua, pentingnya pendidikan, dan keinginan untuk mencapai kesuksesan berakar dari ajaran ini.
2. Identitas Budaya Melalui Bahasa
Hangeul menjadi simbol kebanggaan nasional. Setiap tanggal 9 Oktober, Korea Selatan merayakan Hari Hangeul untuk menghormati Raja Sejong dan sistem tulisannya. Bahasa ini memainkan peran besar dalam menjaga identitas Korea selama masa penjajahan Jepang, ketika penggunaan bahasa Korea sempat dilarang.
3. Warisan Global
Kini, Hangeul dipelajari banyak orang di dunia, terutama karena pengaruh budaya Korea seperti K-pop dan K-drama. Sistem penulisan ini diakui UNESCO sebagai bagian dari warisan budaya yang membantu meningkatkan literasi masyarakat.
Kesimpulan
Dinasti Joseon adalah periode yang sangat berpengaruh dalam sejarah Korea, ditandai oleh dua pencapaian monumental: penerapan Konfusianisme sebagai pilar sosial-politik dan penemuan Hangeul sebagai alfabet rakyat. Konfusianisme membentuk struktur masyarakat, nilai moral, serta sistem pendidikan yang berorientasi pada kedisiplinan dan keharmonisan. Sementara itu, Hangeul membuka pintu bagi literasi massal dan menjadi fondasi identitas bahasa Korea yang kuat hingga saat ini.
Warisan Joseon membuktikan bahwa sebuah bangsa dapat bertahan dan berkembang melalui pendidikan, bahasa, dan filosofi yang selaras dengan kebutuhan rakyatnya. Hingga kini, dampak kedua pencapaian tersebut masih terasa kuat, tidak hanya di Korea tetapi juga dalam budaya global yang semakin mengenal Hangeul dan nilai-nilai Korea.